My Dreams Become Aspire


My Dreams Become Aspire
                Universitas Negeri Jakarta, tak di sangka aku akan berkuliah di dalamnya. Satu-satunya Universitas Negeri yang letaknya di dalam Ibukota. Universitas yang bervisi “Building Future Leader” ini memang luar biasa, di dalamnya penuh di sesaki oleh para calon-calon pendidik. Banyak guru berkualitas yang berasal dari Universitas ini.

                Melalui kampus ini aku mulai langkah kecilku untuk merajut benang-benang mimpiku yang semakin bertebaran. Jikalau dahulu cita-cita setelah lulus SMA hanya sebatas bisa berkuliah di perguruan tinggi negeri, maka setelah masuk perguruan tinggi negeri mimpiku semakin menggebu-gebu hingga berujung pada daftar puluhan cita-citaku yang ku tulis di beberapa lembar kertas.

                Dunia kampus, yang merupakan miniatur kecil kehidupan ini banyak mengajarkan pengalaman-pengalaman yang menjadi media pembelajaran yang efektif untuk mengenal kehidupan. Melalui pengalaman-pengalaman ku di kampus, di tambah dengan para senior, dosen, dan tentunya dorongan semangat dari orang tua, aku mulai memantapkan tekad agar nantinya bisa menjadi insan (manusia) yang bermanfaat bagi insan lain. Untuk bisa menjadi insan yang bermanfaat, diperlukan keikhlasan hati di tambah dengan kualitas (softskill) insan tersebut. Permasalahannya adalah, bagaimana kita bisa melatih kemampuan pribadi agar bisa menjadi pribadi yang unggul/berkualitas di sertai dengan sikap ikhlas yang baik pada diri. Untuk menjawab permasalahan tersebut, diriku berkeinginan untuk terus menambah wawasan dan melatih kemampuan (skill) melalui rutinitasku dalam berorganisasi atau bisa di katakan berkecimpung pada dunia aktivis.

                Entah kenapa sejak dari awal masuk perkuliahan aku sudah tertarik pada dunia organisasi. Ketertarikanku ini mungkin disebabkan sudah semenjak SMP aku sudah berkecimpung dalam organisasi. Padahal kalau ditelusuri lebih lanjut mengenai apa sebenarnya motivasiku ikut organisasi kala itu (ketika SMP) ialah hanya sebatas pada keinginan untuk pamer belaka. Ketika itu memang pemikiranku masih sempit, tidak benar-benar mengerti mengenai beban tanggung jawab yang besar. Masih menganggap ‘enteng’ mengenai berbagai permasalahan, dan terkadang tidak peduli alias lari dari tanggung jawab.

                Beranjak ke SMA dengan berbekal pengalaman ‘pernah’ berorganisasi aku kembali ingin masuk ke dalam struktur lembaga yang paling krusial di sekolah. Serangkaian wawancara, tes tulis maupun tes lisan kujalani satu per satu sebagai syarat agar aku bisa masuk ke dalam struktur OSIS di sekolah SMA ku. Namun aku di ingatkan kembali oleh orang tua ku mengenai keseriusanku dalam masuk OSIS. “hilmy Bener mau masuk OSIS?, nanti terganggu tidak nilainya?”. Perkataan ibuku ini kembali membuat diri ini berpikir bahwa memegang amanah itu harus bertanggung jawab apalagi jika masuk dalam kepengurusan OSIS, maka harus totalitas dalam bertanggung jawab. Terpikir kembali bahwa diri ini masih belum mumpuni apabila aku ikut OSIS kala itu, hal ini dikarenakan ketika itu diriku masih belum bisa begitu baik dalam mengelola atau membagi waktu antara belajar dengan aktivitas lain semacam organisasi. Sehingga kalaupun aku diterima untuk masuk dalam struktur kepengurusan OSIS maka hal itu akan mengancam rutinitas belajar, sehingga akan berimbas mengulang duduk di kelas 10 SMA kembali karena nilai akademik yang kurang. Kalau hal itu sampai terjadi, maka pasti akan membuat orang tua yang sudah bersusah-payah membiayai pendidikanku ini menjadi sedih. Tentunya aku tidak ingin hal tersebut terjadi sehingga kuputuskan untuk mengundurkan diri saat h-1 pengumuman penetapan pengurus OSIS SMA ku.

                Sebenarnya keputusan itu aku ambil karena diriku sudah diterima masuk dalam organisasi ROHIS yang ketika itu posisiku ialah kepala divisi nasyid. Dan tentunya hal ini sudah sedikit menyibukkanku. Jadwal ku menjadi padat karena rutinnya agenda latihan dan Show nasyid, terkadang ditambah dengan ikut partisipasi dalam lomba nasyid. Berawal dari sinilah aku mulai merajuk sedikit demi sedikit mimpi-mimpiku menjadi sebuah lembaran saksi kisah perjalanan hidupku.

                Kekuatan mimpi-mimpiku semakin bertambah saat aku dihadapkan dengan desakan pilihan yang aku tidak akan bisa lari darinya dan benar-benar akan menentukan masa depanku. Kondisi ini ialah kondisi menjelang Ujian Nasional SMA yang pastinya aku sudah duduk di kelas 12 SMA. Dalam kondisi seperti ini aku dituntut keras untuk tidak bermain-main dalam belajar. Sampai-sampai tiada waktu penuh satu hari pun untuk sekadar refreshing. Syukur Alhamdulillah, ketika hari-hari besar Islam aku bisa mengambil waktu senggang untuk refreshing.

                Alhamdulillah, berkat dorongan motivasi dari orang tua, para murabbi (guru), serta para sahabat seperjuangan aku bisa mewujudkan salah satu impianku yakni bisa lulus UN kemudian di sambung dengan masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri).

                Semua semangat dan kemudahan ini tidak mungkin aku dapatkan jikalau Allah tidak menggerakkan orang tuaku untuk terus berusaha tanpa kenal lelah, menggerakkan para murobbiku untuk selalu membimbing dan memberikan ilmunya kepadaku, kemudian ditambah dengan dipertemukannya aku dengan lembaga organisasi ROHIS (Kerohanian Islam) yang mendorong aku untuk semakin taat dan bersyukur kepada-Nya. Hal inilah yang membuatku cinta untuk tenggelam dalam dekapan ukhuwah yang aku peroleh melalui organisasi. Semakin tenggelam semakin membuatku ingin memiliki impian yang lebih banyak dan lebih hebat lagi.

                 Salah satu keinginan atau mimpi terbesarku ialah kuliah S2(Strata 2) di Jepang dengan mendapatkan beasiswa penuh. Kemudian dengan modal pengalaman hidup dan kuliah di Jepang aku bertekad bisa membuat perusahaan IT sendiri. Yang dengannya aku bisa mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Yang dengannya aku bisa menyumbang dana untuk pendidikan Indonesia. Yang dengannya pula aku bisa menyumbang untuk membantu perjuangan umat Muslim khususnya Palestina.

Comments