Peran Media Dalam Membentuk Karakter Pelajar

Sumber Gambar : http://ec.europa.eu/digital-agenda/en/eu-media-futures-forum


Pendidikan karakter dewasa ini dirasa sangat penting. Hal ini dikarenakan gagalnya konsep pembelajaran berbasis kompetensi yang di terapkan oleh pemerintah sejak tahun 2004. Kenapa di katakan gagal ?, tentu saja karena lulusan dari buah pemikiran ini banyak yang sudah kehilangan karakternya atau bisa di bilang pintar di bidang ilmu namun tidak pintar dalam berperilaku.



Pelajar, seperti terlihat bukan pelajar lagi. Tradisi diskusi, meneliti, membaca, berorganisasi hingga saling berlomba dalam prestasi seakan lenyap di telan peradaban. Pelajar masa kini lebih banyak disibukkan oleh hal-hal hedonisme yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Pelajar masa kini sudah kehilangan daya kekritisannya. Tak layak menjadi pemimpin walau nantinya akan menjadi pemimpin.

Lalu ada apa dengan keadaan ini ?, mengapa bisa terjadi ?. Hal ini tentu saja selain konsep kurikulum yang belum sempurna di tambah dengan peran media yang membentuk karakter-karakter baru bagi pelajar. Karakter-karakter yang sudah tak mencerminkan budaya seorang pelajar. Karakter, yang benar-benar ingin menggeser karakter sesungguhnya dari pribadi seorang pelajar. Hal ini dapat di buktikan dengan media yang memunculkan idola-idola baru bagi pelajar, padahal sama-sama kita ketahui banyak dari mereka yang moralnya bobrok ditambah perilaku yang tidak mencerminkan keteladanan yang baik bagi pelajar.

Keadaan seperti ini tentu tidak baik bagi perkembangan karakter pelajar. Kalau terus dibiarkan maka lama kelamaan bangsa Indonesia ini akan semakin kehilangan karakternya. Yang di lebih khawatirkan, yakni sudah tidak di akuinya keberadaan bangsa Indonesia ini oleh bangsa lain disebabkan sudah hilangnya jati diri bangsa Indonesia ini karena tergerus oleh arus media yang negatif.

Kesibukan orang tua juga menjadi faktor pendorong mudahnya media merasuki pemikiran pelajar. Kenapa demikian ?, karena di era modern yang di tuntut serba cepat ini menyebabkan kecil kemungkinan bagi para orang tua dalam berperan layaknya orang tua yang sesungguhnya. Banyak dari pelajar yang di telantarkan sendiri oleh orang tuanya. Akibatnya, para pelajar kemudian mencari orang tua yang lain yang bisa lebih banyak meluangkan waktunya untuk mereka. Hingga pada akhirnya medialah yang menggeser posisi orang tua dalam membentuk karakter pelajar.

Kemajuan jaman dan teknologi memang tidak bisa lepas dari kehidupan sekarang. Bahkan seharusnya kemajuan peradaban ini bisa membuat para pelajar semakin berkarakter. Karena apabila dibandingkan dengan masa silam, pembentukan karakter masa kini terbilang lebih mudah dan berpengaruh. Hal ini karena pengaruh media yang besar, bahkan pengaruh media bisa mengalahkan pengaruh negara.

Tak bisa lepas dari media, itulah gambaran masyarakat modern sekarang. Termasuk pelajar sekarang pun tak di pungkiri sangat memerlukan peran media. Sehingga tak berlebihan apabila era sekarang disebut sebagai eranya media.

Namun, nampaknya media sekarang tidak peduli dengan perkembangan karakter pelajar. Media sekarang hanya peduli dengan berapa banyak uang yang masuk ke kantong tebal mereka. Media sekarang hanya sebagai alat perusak moral yang melenyapkan sedikit demi sedikit karakter pelajar. Media sekarang hanya menjadi alat propaganda kepentingan-kepentingan yang menjerumuskan kepalsuan.

Sering terdengar ketika dulu para pelajar sering menggaungkan kata “eh kamu sudah baca buku ini belum ?”, namun kini hanya terdengar “eh lo dah nonton film/konser ini belum ?”. Dari perbincangan di atas sangat jelas perbedaan pola pikir pelajar masa silam dengan pelajar masa kini. Perbedaan yang mencerminkan mulai tergerusnya karakter asli dari pelajar.

Memang, menonton film ataupun konser pada hakikatnya bukanlah suatu masalah. Namun, para pelajar saat ini sudah jauh berlebihan memandangnya. Para Pelajar seakan merasa kehilangan serta kerugian yang besar apabila melewatkan momen menonton film ataupun konser. Hal ini di buktikan ketika Justin Bieber (JB) menggelar konser tanggal 23 April 2011 silam di Sentul International Convention Center, Bogor. Banyak dari Frans JB yang kebanyakan dari golongan pelajar rela menunggu berjam-jam dan menghamburkan uangnya hanya untuk melihat JB manggung. Padahal harga tiket untuk menonton konser mulai dari lima ratus ribu rupiah hingga satu juta rupiah. Harga ini tentu terbilang mahal bagi kalangan pelajar. Yang lebih parah lagi konser JB dilaksanakan sehari sebelum Ujian Nasional tingkat SMP. Namun, para pelajar tidak terlalu memperdulikannya. Rasanya para pelajar jaman sekarang lebih senang membuang uang mereka hanya untuk melihat sang idola ketimbang untuk membeli buku yang tentu jauh lebih bermanfaat. Para pelajar sekarang lebih mementingkan kehidupan yang praktis dan serba singkat, tidak lagi berpikir untuk jangka panjang. Ini mengidentifikasikan daya berpikir para pelajar sekarang sudah tidak lagi sebaik pelajar dulu, sehingga rasanya pelajar yang berumur delapan belas tahun masa kini seakan sama dengan pelajar berumur sepuluh tahun pada masa silam.

Budaya-budaya hedonisme alias mementingkan diri sendiri, berfoya-foya, berpikir singkat dan tidak berpikir jauh ke depan menjadi potret karakter pelajar masa kini yang di balut dengan rasa cinta berlebih kepada para sang idola yang lahir dari media.

Dengan kondisi seperti ini, maka orang tua di tuntut untuk sadar betapa pentingnya mendidik karakter anaknya sebagai seorang pelajar. Orang tua harus lebih memperhatikan sikap dan pembinaan moral serta perilaku anak ketimbang berorientasi agar anaknya mendapat nilai pelajaran yang baik. Kenapa demikian ?, tentunya kalau pola kepribadian anaknya sudah baik atau boleh di bilang ‘berkarakter’ maka tentulah hasil(Result)nya akan lebih baik bila dibandingkan dengan anak yang dididik dengan orientasi hanya nilai pelajaran.

Tengoklah para koruptor-koruptor yang bertengger di bangku pemerintahan. Mereka adalah orang-orang bertitel yang tak mempunyai moral. Atau tengok pula para pekerja di kantor yang banyak dari mereka mempunyai keahlian yang baik namun keahliannya digunakan hanya untuk kepentingannya pribadi, kalau kepentingannya dirasa diganggu oleh rekan kerjanya maka secara tak sungkan akan langsung berusaha keras untuk menjatuhkan rekan kerjanya. Ada pula hal kecil yang sering kita lihat di sekitar lingkungan kita, banyak orang yang dengan teganya membuang sampah tidak pada tempatnya. Padahal, perbuatan tersebut sudah diketahui akan menimbulkan bencana banjir kedepannya.

Itulah hasil dari jebolan pelajar yang berorientasi hanya pada nilai pelajaran. Apalagi sekarang ditambah dengan peran media dalam membentuk karakter para pelajar, semakin hancurlah generasi orang-orang terpelajar.

Pihak sekolah turut mengambil andil dalam upaya pembentukan karakter pelajar. Sebab dari sekolahlah pelajar di ajarkan bagaimana bertinkah laku yang baik sehingga terciptalah pelajar yang berkarakter.

Pihak sekolah sebaiknya membuat peraturan-peraturan yang tidak menuntut pelajar hanya untuk mendapatkan nilai pelajaran yang bagus, tetapi pihak sekolah harus mampu membuat suatu aturan yang memperhatikan perkembangan karakter pelajarnya.

Pemerintah juga turut bertanggung jawab atas tergerusnya karakter para pelajar ini. Karena pemerintahlah yang memberikan izin kepada media terkait konten yang akan di sebarkan. Selain itu, pemerintah pula yang membuat kurikulum kepada pihak sekolah sebagai upaya pembentukan karakter pelajar.

Pemerintah seharusnya bertindak tegas dalam memberikan izin penyiaran ataupun pemberitaan terhadap media. Dan media juga harus berpikir panjang ke depan agar para pelajar tidak mengalami krisis karakter yang berkepanjangan.

Media seharusnya lebih banyak memberikan asupan-asupan materi yang bergizi alias benar-benar ada manfaatnya bagi perkembangan karakter para pelajar. Jangan hanya perut yang dipikirkan. Sebab, pemikiran-pemikiran singkat seperti itu hanya akan membuat semakin hancurnya karakter suatu bangsa. Kalau sudah demikian maka sudah barang tentu akan sulit untuk membangun kembali karakter bangsa ini.

Budaya berdiskusi, bertanya, membaca dan meneliti harus kembali digalakkan. Hal ini dapat di dukung media dengan sering menyiarkan ataupun memberitakan mengenai seminar, prestasi bangsa, dan lain sebagainya yang tentunya bersifat mendidik. Karena kita sama-sama ingin melihat bangsa ini menjadi bangsa yang berkarakter, bangsa yang memiliki segudang prestasi, bangsa yang bersih dari korupsi, dan bangsa yang menjadi teladan bagi bangsa lain.

Kita sudah lelah dengan hiburan-hiburan yang sudah terlalu berlebihan. Kita sudah ‘capek’ dengan merosotnya prestasi bangsa. Kita sudah tak sanggup melihat bangsa ini terus dilanda krisis karakter. Untuk itu, mari sama-sama kita mulai perhatikan kembali betapa pentingnya pendidikan karakter bagi pelajar. Betapa pentingnya peran orang tua dalam menumbuh kembangkan karakter anaknya. Betapa pentingnya media dalam membentuk karakter pelajar. Sehingga muncul suatu tindakan khusus dalam upaya pembangunan karakter pelajar. Karena para pelajar saat ini nantinya akan menjadi cerminan karakter bangsa kedepannya.

Comments

  1. Terimakasih sudah berkunjung,
    oke langsung ke TKP

    ReplyDelete

Post a Comment

Yuk tingalin Jejakmu di sini :D